Mencari Ketenangan di Antara Rimbunan Bakau
Sebenarnya sudah cukup lama saya mendengar ada sebuah desa yang mengandalkan bakau sebagai daya tariknya. Nama desa itu ialah Kampung Nipah, Desa Sei Nagalawan. Namun sayangnya hampir tidak ada artikel internet yang menjabarkan dengan jelas letak desa ini. Maka setelah dapat teman yang mau diajak explore (thanks to Noy), akhirnya kami berangkat berdua menuju arah Serdang Bedagai pada hari Rabu 9 Mei 2014.
Sebenarnya sudah cukup lama saya mendengar ada sebuah desa yang mengandalkan bakau sebagai daya tariknya. Nama desa itu ialah Kampung Nipah, Desa Sei Nagalawan. Namun sayangnya hampir tidak ada artikel internet yang menjabarkan dengan jelas letak desa ini. Maka setelah dapat teman yang mau diajak explore (thanks to Noy), akhirnya kami berangkat berdua menuju arah Serdang Bedagai pada hari Rabu 9 Mei 2014.
Karena Bakau tumbuh di areal pantai, maka tujuan kami adalah daerah pantai cermin. Tips bagi semua traveller : Bertanya pada warga sekitar adalah senjata utama. Tips kedua : Bertanyalah pada tukang becak / supir angkot / orang tua, bukan pada anak SMP/cabe-cabean (ini sih, lain fokusnya ntar). Kenapa? Karena mereka lebih berpengalaman dan pastinya sudah melanglang buana lebih banyak dari yang muda-muda. Hehe.
Setelah sampai di simpang tugu jalan T. Rizal Nurdin, kami bertanya pada tukang becak. Dan ternyata kami salah jalan kalau ingin ke Sei Nagalawan. Dari simpang tugu, mengikuti jalan aspal kira-kira 5 Km, maka akan ada simpang tiga ke arah kanan dengan jembatan kecil sebagai penyambut jalan. Dari sini kami harus berkendara cukup jauh untuk sampai ke Kampung Nipah. Sebenarnya akan lebih dekat jika kami lewat jalan Provinsi Medan-Tebing Tinggi. Namun inilah pengalaman, justru dengan nyasar kami mendapati udara segar areal persawahan yang masih bersih dari asap polusi.
Sekitar 8 Km, maka kita akan menemui plang bertuliskan Wisata Pantai Nipah. Kami pun yakin dan langsung banting setir ke kiri jalan. Tetapi oh ternyata disana kita hanya akan menemui pantai, dan Kampung nipah ternyata hanya terpisah sebuah muara sungai dari pantai ini. Dari pinggirannya kami bahkan bisa melihat bakau-bakau yang cukup lebat dan rapi di seberang muara. Alhasil, kami berbalik menuju jalan aspal, mencari dimana kiranya jalan masuk Kampung Nipah. Setelah keluar, kami meneruskan perjalanan, belum sampai 200 meter, ada sebuah jembatan dengan jalan kecil di sisinya. Ternyata pilihan kami untuk kemudian memasuki jalan ini tepat, karena tampak di depan mata kami sebuah perkampungan dengan kapal nelayan bersandar di muara sungai. Lamat-lamat kami melihat rimbunan bakau di ujung jalan.
Kami pun memarkirkan sepeda motor di tempat yang sudah disediakan. Tidak ada seorangpun yang meminta retribusi, semuanya santai saja bersenda gurau di sebuah kedai. Kami pun segera berjalan ke areal bakau. Awalnya tampak barisan bakau yang rapat di sisi kiri jalan tanah. Siulan bermacam burung menyambut kami siang itu. tampak pula dibawahnya kepiting kecil berbagai bentuk dan warna berjalan dengan cepat. Saat kami hendak memotret mereka, mereka langsung kabur ke lubangnya masing-masing.
Di ujung jalan tanah, akan ada sebuah jembatan kayu tanpa pegangan yang melintasi muara. Melintasi jembatan ini cukup seru, dibawah akan tampak ikan-ikan yang bisa berjalan di tanah, namanya ikan Gelodok. Bentuk fisik ikan ini cukup unik, bila tidak bisa dibilang jelek. Hehe. Matanya besar menonjol dengan mulut megap-megap.
Oia, satu tips untuk yang mau kesini, pilihlah musim kemarau, atau waktu-waktu kering misalnya ketika sudah seminggu tidak turun hujan. Ini karena wilayah hutan bakau ini adalah muara sungai, sehingga jika kita kesana saat musim hujan, debit air yang banyak akan membuat bakau terendam air, sehingga akar-akar dan binatang penghuninya tidak akan tampak. Ditambah lagi debit air yang banyak justru akan membuat tempat ini cukup seram dan banyak nyamuk.
Nah, setelah melewati jembatan tadi, kita cukup berjalan sedikit lalu belok ke kiri. Disana akan ada warga setempat yang berkegiatan. Sapalah mereka dan tanya-tanya saja secukupnya agar akrab dan menambah wawasan. Di tempat ini akan tampak dua atau tiga anjungan yang mengantar kita ke sela-sela rimbunan bakau. Oia seperti yang saya bilang tadi, mungkin akan banyak nyamuk. Jadi saran saya pakailah Aut*n atau S*ffel untuk mencegah gigitan serangga.
Saya dan Noy datang di waktu yang tepat, sehingga kami bisa bersantai bahkan tidur-tiduran di anjungan tersebut. Wah rasanya sangat nikmat. Kita bisa mendengar kicauan burung dan debur ombak bersahut-sahutan. Rasanya kami dapat melupakan sejenak kepenatan kota Medan.
Puas bersantai di anjungan, kami berjalan terus menuju ke daerah pantai. Pasirnya putih dan garis pantainya cukup panjang. Sayangnya airnya sangat keruh bahkan coklat. Mungkin karena airnya bercampur dengan air sungai. Jika beruntung disini kita akan melihat aktivitas nelayan dan burung-burung bangau berwarna putih. Setelah puas berkeliling, kami pun memutuskan untuk pulang. Berbekal GPS dan Maps, kami keluar dari jalan kecil Kampung Nipah, lalu belok kanan. Setelah dapat tugu, kami belok kiri. Kira-kira 2 KM kita sudah keluar menuju jalan Medan-Tebing Tinggi. Tinggal belok kanan maka tak lama kita akan mendapati pusat oleh-oleh khas Perbaungan, Pasar Bengkel.
Begitulah kiranya perjalanan kami mencari ketenangan di rimbunan hutan bakau Kampung Nipah Sei Nagalawan. Jika ingin kesana yang penting jangan malu bertanya, dan persiapkan makanan atau minuman sebagai bekal ya.
No comments:
Post a Comment