Sunday, 23 April 2017

The Space Between Us - Potensial, Tapi....

The Space Between Us merupakan film science-fiction mengisahkan seorang anak yang lahir dan besar di Planet Mars, berkunjung ke bumi untuk mencari orang yang ia cintai, dengan keterbatasan tubuhnya beradaptasi pada Bumi. Dibintangi antara lain Asa Butterfield, Britt Robertson dan Gary Oldman, The Space Between Us menawarkan cerita science fiction yang ringan dan segar, tak mendikte seperti The Martian atau thrilling seperti Interstellar. Juga tentunya tak se-epic Star Wars. Film ini justru lebih terlihat menyasar penonton remaja.

Gadner sang bocah Mars, diperankan dengan sangat baik oleh Asa Butterfield (sebelumnya mungkin kita mengenalnya melalui film Hugo atau Ender's Game), namun Britt Robertson sebagai Tulsa terlihat biasa saja. Saya bahkan tak bisa melihat perbedaan karakter antara Tulsa dan peran Britt sebelumnya, Casey Newton di Tomorrowland (yang menurut saya filmnya sangat php).
Bahkan sang Gary Oldman sang Jim Gordon di Batman Nolan Trilogi terlihat begitu klise.

Boleh diakui, ide cerita film ini begitu menarik, namun eksekusi pada keseluruhan aspek film terlihat kurang cermat. Saat Gadner kabur dari pusat penelitian dan berjalan-jalan di bumi, terlihat inkonsistensi bahwa terkadang ia terlihat seperti orang bumi biasa, namun terkadang ia tidak terbiasa pada aktifitas manusia bumi pada umumnya. Misalnya ia mendapat sebatang coklat merk Mars. Tidak ditunjukkan bagaimana ia mendapatkannya, apakah membeli di supermarket atau di mesin penjual otomatis, (kedua-duanya tentu adalah suatu hal yang menarik namun tidak ditunjukkan!) dan membingungkan bagaimana ia bisa membelinya. Katakanlah ia bisa membelinya, mempelajari dari internet misalnya (di Mars diceritakan ada internet), namun beberapa ungkapan umum seperti 'I'm sorry to hear that' tak mampu ia pahami. Anehnya ia mengerti kata 'badass' bukanlah termasuk derivasi dengan makna negatif dari 'bad'. Padahal semua ini adalah kata yang umum dari internet.
Karakter Tulsa cukup bisa dipahami, namun cenderung cheesy. Saya yakin kesalahan terletak bukan pada aktor dan aktris, melainkan pada skrip.

Ada beberapa adegan atau alur yang tak cukup penting di film ini seperti adegan pencarian pada seorang shaman atau adegan mencuri sinyal dan foto candid di kafe.
Ah..dan satu hal lagi, adegan puncak film ini sangat...cheesy. Berkeju. Seakan-akan semua citra science-fiction serius yang dibangun di beberapa bagian film dimentahkan begitu saja, tersulap menjadi film-film remaja kelas B.

Satu hal yang cukup membahagiakan menonton The Space Between Us, adalah chemistry antara Gadner dan Tulsa terbangun dengan erat (walau cukup mengecewakan di akhir). Serta pemandangan di sepanjang film begitu indah. Secara keseluruhan, film ini jauh lebih baik dari Tomorrowland, tetapi belum mumpuni untuk menjadi science-fiction favorit. 6.8/10

No comments:

Post a Comment