Tuesday, 9 November 2021

Apakah anda baca Haruki Murakami hanya karena adegan s*ksnya? 

Haruki Murakami bisa dibilang penulis Jepang modern paling populer dalam dunia sastra. Karya-karyanya telah diterjemahkan banyak bahasa, dan sudah berkali-kali memenangkan penghargaan baik di dalam maupun luar negeri. Di Indonesia sendiri, bukunya selalu laris manis dan ditunggu-tunggu oleh penggemar setianya. Lantas timbul pertanyaan, apa sih yang membuat karya-karya Murakami begitu dicintai pembacanya?



Tak bisa dipungkiri, buku-buku Murakami memang bermuatan sensual yang sangat kental, di sana-sini ada adegan seks yang gamblang. Seperti karyanya yang paling terkenal, Norwegian Wood, yang dari bab-bab awal sudah dibuka dengan adegan seorang wanita membantu pacaranya merancap, hingga di akhir buku pun digambarkan sang pria sedang berhubungan dengan wanita lain pula. Lantas apakah Norwegian Wood dicap sebagai buku porno, buku stensil, karya amoral?

Tidak juga.


Norwegian Wood malah menjadi sebuah ornamen, sebuah apresiasi dan pengingat atas kesehatan mental warga muda di Jepang. Aksi bunuh diri, depresi dan kesendirian adalah fenomena umum di Jepang. Dapat ditemukan pula dari budaya Harakiri, sejak dahulu orang Jepang memang lebih memilih bunuh diri daripada menjadi sampah yang menyusahkan, atau manusia yang terhina. Bunuh diri dipercaya menjadi sebuah gunting untuk memutus tali kesedihan. 

Murakami menangkap fenomena ini dalam Norwegian Wood dengan begitu cakap. 


Tokoh-tokohnya tidak bisa dikatakan orang baik, punya masalalu kelam sendiri-sendiri, punya kemalangan masing-masing. Ia tidak segan menuliskan apa yang menjadi kenyataan di masyarakat Jepang sendiri (perlu dicatat pula bahwa seks pranikah di Jepang bukanlah sesuatu yang tabu). 

Bagi sebagian orang, adegan seks yang ada dalam karya-karyanya adalah sebuah kemerosotan, sebuah aksi amoral. Banyak juga yang mengkritisi hal tersebut sebagai sebuah pelecehan atas tubuh perempuan. Namun bagi sebagian lain, adegan-adegan sensual tersebut menjadi sebuah refleksi bagi kesehatan mental tokoh-tokohnya, menjadi suatu pelarian bagi para tokoh tersebut di dunia mereka sendiri yang carut marut tak keruan. 

Bila kita bisa memahami hal tersebut, saya rasa kita akan dapat melihat buku-buku Murakami dari ketinggian lain, dari tempat yang bisa melihat stuktur besar yang ingin ia sampaikan dalam karyanya. 

Omong-omong, Norwegian Wood diambil dari lagu The Beatles dengan judul sama. Mungkin anda harus mendengarnya sembari membaca buku ini agar vibesnya lebih terasa.