Sunday, 14 November 2021

Camilan Sehat di tengah Cuaca tak Bersahabat.

 Akhir-akhir ini, hujan sering sekali mengguyur wilayah Indonesia. Hampir setiap sore hujan, membuat anda mungkin akan lebih sering bermalasan di kamar, terlebih lagi bagi anda yang bekerja dari rumah alias WFH.

Mungkin anda merasa aman berada di dalam rumah dan tidak kedinginan hujan-hujanan. Namun jangan salah, anda bisa saja terjebak pada rutinitas yang kurang sehat: ngemil jajanan pedas, berminyak yang tidak sehat! 

gorengan berminyak

Sudahlah jadi jarang olahraga, ditambah cuaca dingin jadi ingin mengemil jajan gorengan, hmm bisa-bisa kena kolesterol.

Lalu bagaimana?

Nah, siasati dengan mulai mengonsumsi makanan sehat, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.

Olahraga dan tidur mungkin bisa, tapi makanan yang sehat sih, duh, kebanyakan enggak enak..

Eits, itu andanya saja yang belum mencari info. Ada banyak kok makanan sehat yang bisa dijadikan camilan, seperti salad, asinan, atau makanan yang dikukus seperti dimsum dan bakpau.

asinan buah

Duh susah carinya!

Aduuh gimana sih, kan sudah ada teknologi internet. Jaman sekarang mendapatkan jajanan sehat tinggal membuka sosial media, scroll sedikit, pesan, datang deh. 

Misalnya anda kebetulan sedang ingin makan asinan, maka tinggal cari di instagram, akan banyak pilihan akun yang berjualan asinan. Salah satunya Freshcious

Berbekal buah-buahan segar tanpa pemanis atau pengawet buatan, Freshcious menawarkan asinan segar siap makan di daerah Bintaro. 

asinan Freshcious

Bila berminat, anda bisa langsung menghubungi Freshcious via Whatsapp dan bertanya-tanya langsung yah!

Asinan Buah, Camilan Sehat Penuh Manfaat.

Terkadang, anda mungkin agak enggan mengonsumsi buah-buahan. Entah karena malas mengupasnya, takut rasanya asam, karena tidak mengenyangkan, atau bisa juga efek dari harga buah-buahan yang kadang dirasa terlalu mahal.

Sekarang, mari saya ajak lihat data.

Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia, rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia untuk buah-buahan tahun 2020 adalah sebesar 88,56 gram/kapita/hari, hanya sebesar 59,04 persen dari batas minimal angka kecukupan gizi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang merekomendasikan konsumsi buah sebesar 150 gram/kapita/hari. 

Waduuh, padahal buah-buahan adalah salah satu sumber vitamin dan mineral pangan yang vital bagi tubuh manusia lho. Nah, mungkin memakan buah langsung cukup enggan anda lakukan, lalu bagaimana kalau buah-buahannya diolah dahulu menjadi camilan yang sehat dan nikmat, dan gampang pula membuatnya?

Memangnya bisa? Tentu!

Asinan, merupakan panganan khas Indonesia yang bisa anda buat dengan mudah di rumah, namun hasil dan manfaatnya luar biasa.

Asinan buah

Asinan, sesuai namanya, akan terasa sedikit asin dan gurih, namun tidak akan menghilangkan rasa manis dari buah aslinya, ditambah sedikit rasa pedas yang menggugah selera makan. 

Cara membuatnya sebagai berikut.

  • Bersihkan dan potong-potong 3-5 macam buah favorit anda, masing-masing satu butir, usahakan potongannya tidak terlalu besar, dan dalam ukuran yang sama, agar bumbunya lebih meresap. 
  • Siapkan air di panci, rebus bersama-sama 2 sdm gula merah dan gula pasir, 2 sdt garam, 1/2 sdm asam jawa, serta 5-10 buah cabai merah dipotong serong, serta perasan satu butir jeruk lemon (boleh skip bila tidak ada). Atau bisa sesuai selera anda saja, yang penting masukin garam dan asamnya sesuai logika saja. Hehe.
  • Setelah gulanya larut, dingikan, lalu masukkan buah-buahan yang telah anda potong.
  • Aduk rata dan masukkan ke kulkas. Sajikan bila sudah dingin.
Bagaimana, mudah bukan membuatnya? Hehehe.

Ibu Sisca Soewitomo.

Kini anda bisa langsung makan buah-buahan yang telah 'dibumbui' sehingga semakin nikmat dimakan selagi santai.

Eh, ngomong-ngomong, manfaatnya apa nih?

Oh iya hampir lupa. Sebenarnya tidak perlu dipertanyakan lagi karena yang namanya campuran serba aneka buah-buahan di dalam semangkuk asinan pasti memiliki banyak vitamin dan mineral. Namun secara umum, manfaatnya yakni meningkatkan kekebalan tubuh, menurunkan berat badan, melancarkan pencernaan, sumber antioksidan, mengatasi masalah kolesterol Serta Baik untuk kesehatan kulit dan rambut.

Asinan dalam box tinwal

Nah, tunggu apalagi? Yuk ah buat, nyemil buah-buahan enak kok!






Tuesday, 9 November 2021

Apakah anda baca Haruki Murakami hanya karena adegan s*ksnya? 

Haruki Murakami bisa dibilang penulis Jepang modern paling populer dalam dunia sastra. Karya-karyanya telah diterjemahkan banyak bahasa, dan sudah berkali-kali memenangkan penghargaan baik di dalam maupun luar negeri. Di Indonesia sendiri, bukunya selalu laris manis dan ditunggu-tunggu oleh penggemar setianya. Lantas timbul pertanyaan, apa sih yang membuat karya-karya Murakami begitu dicintai pembacanya?



Tak bisa dipungkiri, buku-buku Murakami memang bermuatan sensual yang sangat kental, di sana-sini ada adegan seks yang gamblang. Seperti karyanya yang paling terkenal, Norwegian Wood, yang dari bab-bab awal sudah dibuka dengan adegan seorang wanita membantu pacaranya merancap, hingga di akhir buku pun digambarkan sang pria sedang berhubungan dengan wanita lain pula. Lantas apakah Norwegian Wood dicap sebagai buku porno, buku stensil, karya amoral?

Tidak juga.


Norwegian Wood malah menjadi sebuah ornamen, sebuah apresiasi dan pengingat atas kesehatan mental warga muda di Jepang. Aksi bunuh diri, depresi dan kesendirian adalah fenomena umum di Jepang. Dapat ditemukan pula dari budaya Harakiri, sejak dahulu orang Jepang memang lebih memilih bunuh diri daripada menjadi sampah yang menyusahkan, atau manusia yang terhina. Bunuh diri dipercaya menjadi sebuah gunting untuk memutus tali kesedihan. 

Murakami menangkap fenomena ini dalam Norwegian Wood dengan begitu cakap. 


Tokoh-tokohnya tidak bisa dikatakan orang baik, punya masalalu kelam sendiri-sendiri, punya kemalangan masing-masing. Ia tidak segan menuliskan apa yang menjadi kenyataan di masyarakat Jepang sendiri (perlu dicatat pula bahwa seks pranikah di Jepang bukanlah sesuatu yang tabu). 

Bagi sebagian orang, adegan seks yang ada dalam karya-karyanya adalah sebuah kemerosotan, sebuah aksi amoral. Banyak juga yang mengkritisi hal tersebut sebagai sebuah pelecehan atas tubuh perempuan. Namun bagi sebagian lain, adegan-adegan sensual tersebut menjadi sebuah refleksi bagi kesehatan mental tokoh-tokohnya, menjadi suatu pelarian bagi para tokoh tersebut di dunia mereka sendiri yang carut marut tak keruan. 

Bila kita bisa memahami hal tersebut, saya rasa kita akan dapat melihat buku-buku Murakami dari ketinggian lain, dari tempat yang bisa melihat stuktur besar yang ingin ia sampaikan dalam karyanya. 

Omong-omong, Norwegian Wood diambil dari lagu The Beatles dengan judul sama. Mungkin anda harus mendengarnya sembari membaca buku ini agar vibesnya lebih terasa.



Monday, 11 February 2019

Sudah tua kok nonton kartun melulu?!




Ada masa di Indonesia, stasiun-stasiun televisi serempak menyiarkan program-program animasi dari Negeri Sakura. Acara ini, kemudian secara jamak disebut dengan kartun, mengikuti animasi-animasi dari Amerika yang lebih dahulu terkenal oleh masyarakat seperti Tom & Jerry dan Mickey Mouse. Sementara itu di negara-negara barat, animasi dari Jepang lebih dikenal sesuai nama asli dari negara penciptanya: anime.


Anime merajai acara hiburan di Indonesia pada era 1990an akhir hingga 2000an awal. Judul-judul seperti Doraemon, Saint Seiya, Sailormoon, Dragon Ball, menjadi kenangan indah bagi pemirsanya saat itu. Belum lagi acara tokusatsu seperti Ksatria Baja Hitam, Ultraman, atau Jiban, ikut meramaikan demam budaya Jepang. Kala itu, sesungguhnya penonton anime bukan hanya kalangan anak-anak. Kultur otaku sudah mulai berkembang diantara remaja dan dewasa di Indonesia. Namun, sepertinya yang berlanjut ke masa kini sedikit melenceng.

Seperti yang saya katakan di awal, kala itu,anime disamakan dengan kartun seperti Mickey Mouse atau Winnie the Pooh. Salah satunya pula disokong dengan kepopuleran Doraemon, Dragon Ball atau Astroboy, yang sejatinya memang diperuntukkan untuk semua umur, maka kartun ini dan kawan-kawannya, membentuk mindset pada orangtua bahwa anime adalah tayangan anak-anak. Memasuki era 2000an awal, anime-anime dengan genre semua umur nyatanya semakin banyak ditayangkan. Captain Tsubasa, Pokemon, Hamtaro, P-Man, Maruko Chan, Cardcaptor Sakura, merupakan sedikt dari judul-judul yang target utamanya (di Jepang sana) adalah anak dan remaja. Orangtua lantas tak ambil pusing dan membiarkan anak-anak menonton kartun di televisi rumah.

Demam budaya Jepang mulai menurun di awal dekade selanjutnya. Pada tahun 2010, sudah sedikit anime yang tayang di televisi nasional. Kalaupun tayang, hanya ada dua-tiga stasiun televisi yang ‘berani’ menyiarkannya. Itupun tak lama. Sementara itu, anak-anak yang tadi dibiarkan menonton kartun oleh orangtuanya, kini sudah beranjak dewasa. Sayangnya, sebagian dari mereka mengadopsi pemikiran orangtua, bahwasanya anime adalah kartun dan untuk anak-anak, lalu meninggalkannya. Adapun sebagian lain mungkin masih mengikuti anime-anime kesukaannya yang ternyata belum selesai, lalu melanjutkan hobi mereka. Sementara itu di Indonesia, mulai berkeliaran penjahat utama semua tayangan luar: sensor film. Pada awal masa-masa sensor belum seketat sekarang saya ingat masih bisa melihat Hisoka dan Gon dari serial Hunter X Hunter pukul-pukulan di televisi. Namun lama kelamaan kita bahkan tidak bisa melihat Naruto berdarah karena di alih warna menjadi hitam putih. Sensor menjegal anime. Mulai dari adegan kekerasan hingga adegan sensual, sensor mulai membabat adegan-adegan di anime. Anehnya pada saat yang bersamaan di masa kini, saya masih sering melihat lelucon-lelucon jorok di acara-acara primetime. Saya masih gampang melihat anak-anak muda pukul-pukulan di sinetron mengenai geng motor remaja. 

Dan saya yakin ada hubungan sebab-akibat yang menyebabkan hal ini: anime dianggap untuk anak-anak sehingga bila memiliki adegan kekerasan atau seksual haruslah dibabat sehingga anime tak lagi ditayangkan di televisi karena televisi lebih banyak merugi karena penontonnya tak lagi menikmati anime tersebut.

Seiring demikian, orang-orang yang masih ingin melihat nasib Konoha dan penasaran dengan petualangan Luffy mulai mencari kelanjutan seri favorit masing-masing melalui internet. Ironisnya, fans anime seperti mereka banyak dianggap kekanak-kanakan, tak kunjung beranjak dewasa (seperti mereka), atau malah dicap orang aneh. Mindset ‘kartun itu untuk anak-anak’ masih melekat di otak orangtua, dan bertumbuh pula di kalangan dewasa baru. 

Karena apa? Karena anime tak lagi ada di televisi.

Dan kalaupun ada, pihak televisi langsung menyasar penonton anak. Wajar bila orang-orang tak lagi terbiasa dan menganggap orang-orang yang mencari kartun tersebut adalah orang-orang yang kekanak-kanakan.  
Di Jepang sendiri, sebenarnya anime lebih banyak tayang pada malam hari. Ini karena mereka mengerti, bahwa tayangan anime memang kebanyakan bukan untuk anak. Lalu, apakah kita bisa mengubah mindset tadi?

Seharusnya bisa. Dan sejujurnya, ada sangat banyak sekali judul-judul anime yang jauh lebih berkualitas dan memiliki pesan moral daripada film-film Hollywood populer yang masih cukup reguler ditayangkan di televisi nasional. 

Saya sendiri memiliki saran, untuk mengubah persepsi bahwa anime adalah santapan anak-anak, seharusnya stasiun televisi mulai melirik anime-anime ‘dewasa’ yang tak banyak mengandung konten kekerasan dan seksualitas untuk ditayangkan, di jam-jam film malam hari pukul 21.00 atau 22.00. Sebut saja judul-judul seperti Mushishi, Space Brother, Silver , Spoon, atau Natsume Yuujinchou. Untuk lebih memberi kesan bahwa tayangan tersebut untuk dewasa, sebaiknya stasiun televisi tak perlu mengalih bahasakan anime-anime tersebut. Cukup diberi subtitle Indonesia seperti halnya film-film bioskop yang tayang di televisi.

Baik, mungkin ada kendala di harga. Hak siar anime, apalagi yang umur tayang di negara asalnya masih baru hitungan tahun, sangat mahal. Dan lagi pasti ada kekhawatiran mengenai laku atau tidaknya judul tersebut bila dibawa masuk Indonesia. Namun saya pikir, dengan berkembangnya internet dan cepatnya penyebaran informasi, sepertinya tidak sulit untuk memasarkannya dan mengharap rating share yang baik. Buktinya, film-film anime yang belakangan mulai ramai kembali dibawa masuk oleh salah satu jaringan bioskop dalam negeri, selalu ditunggu banyak peminat. Begitupula forum-forum dan akun-akun media sosial yang mengatasnamakan penggemar anime, pengikutnya bisa sampai puluhan ribu. Badan sensor yang terkesan tebang pilih masih bisa diatasi dengan menghadirkan anime-anime yang ‘aman’ dikonsumsi bahkan oleh remaja. Dan saya rasa ada perlunya pihak stasiun televisi mempekerjakan orang-orang yang lebih paham mengenai seluk beluk tayangan asing –bukan hanya anime agar tayangan di televisi nasional tidak monoton dan membosankan.

Dan agar, dan semoga, perlahan-lahan stigma negatif ‘sudah tua kok masih nonton kartun’, bisa hilang. Saya pikir, apapun mediumnya tidak masalah. Karena karya yang bagus, tetaplah bagus walau penikmatnya hanya anda seorang.

Friday, 25 January 2019

Isekai lagi, isekai lagi!



Isekai merupakan salah satu genre anime yang ramai dalam sepuluh tahun terakhir. Isekai adalah genre anime yang menceritakan tokoh-tokohnya  berpindah ke dunia lain, seperti game, dunia fantasi, dunia hantu, dan sebagainya. Sejarah isekai sendiri bukanlah asli dari kultur anime Jepang. Alice in Wonderland disebut-sebut sebagai cerita isekai pertama di dunia. Sementara, satu-satunya anime pemenang Oscar kategori best animation, Spirited Away, adalah anime pertama yang dikenal luas mengusung tema isekai

Monday, 21 January 2019

Kucing dalam Anime yang Satu ini lebih... Realistis

Doukyonin wa Hiza, Tokidoki, Atama no Ue.

Bukan, yang di atas itu bukanlah tiga anime berbeda. Itu adalah judul lengkap dari anime Doukyonin wa Hiza yang tayang di winter 2019 kali ini. 

Judul-judul besar sudah mempunyai basis fans sendiri pada musim ini, sebut saja Mob Psycho 100 2, Kakegurui xx, dan Date a Live III. Beberapa anime lain pula sudah ditunggu-tunggu karena source-nya juga sudah terkenal, seperti Dororo, Yakusoku Neverland, dan Gotoubun no Hanayome. Namun, bagi saya setidaknya, Doukyonin wa Hiza berhasil mencuri perhatian. Dan yang melakukannya adalah: kucing.


Kita sudah banyak disuguhi kucing dalam anime. kucing yang berbicara? banyak. Kucing yang punya kekuatan magis? sudah biasa. Kucing sebagai hewan peliharaan tokoh utama? ini juga sering ditemui. perbedaannya adalah, kucing-kucing tadi biasanya tak diberi sudut pandang. Karakter kucing yang diberi sudut pandang biasanya tokoh-tokoh magis yang bisa berbicara. Itu pun bukan benar-benar sudut pandang, melainkan hanya dialog atau narasi sebagai bagian plot cerita.

Doukyonin wa Hiza menceritakan seorang novelis yang memiliki sifat tertutup dan memiliki ketakutan pada orang lain. Selama ini ia menggantungkan ide-ide tulisannya pada buku-buku yang ia baca. Sampai suatu hari, ia menemukan kucing di makam orangtuanya. Anehnya, setelah membawa pulang kucing tersebut, ia mendapat banyak ide untuk menulis, berikut pula mendapat beberapa alasan untuk melakukan hal-hal yang tidak biasanya ia lakukan.

Sejujurnya, dengan premis semacam itu, saya merasa tidak ada yang istimewa. Ah, hanya slice of life biasa, saya pikir. Tetapi sepertiga akhir tayangan, sudut pandang cerita berubah pada sudut pandang si kucing. Dan ketika awalnya saya pikir si kucing akan berbicara dan bernarasi layaknya pikiran manusia, (seperti umumnya anime selama ini) ternyata tidak. Ia berbicara benar-benar dari sudut pandang seekor kucing! Maksudnya, ia tidak mengerti apa yang tokoh utama lakukan, ia hanya ingin makan, ia tak berpendapat ini-itu seolah karakter kucing tersebut mempunyai pemahaman seperti manusia. Ia benar-benar menjadi kucing. Dan hal ini sangat manis.

Sebenarnya karakter kucing yang seperti ini juga ada pada anime lain, 3-gatsu no Lion. Akan tetapi, di sana kucing-kucing tersebut hanya sempalan cerita dan narasinya pun terbatas beberapa kata saja. Entahlah di anime atau manga lain mungkin juga sudah ada, yang jelas penggabungan dua sudut pandang antara manusia dan kucing di anime baru kali ini saya lihat, dan ini membuat Doukyonin wa Hiza menjadi menarik untuk diikuti. Baru tayang dua episode dan mendapat nilai 7,50 di MyAnimeList (20 Januari 2019), saya rasa anime ini akan menjadi slice of life yang baik untuk musim, atau tahun ini.